PINJAM-MEMINJAM
(ARIYAH)
Makalah
disusun
untuk mementuhi Tugas Ayat dan Hadits Ekonomi
Dosen Drs. Didi Sumardi, M.Ag.

Disusun:
Nama
: M Gambo Bangun (1143070136)
Nova Mardiana (1143070160)
Nurullaili Alfiyyah
(1143070166)
Rani Mulyani (1143070176)
Jurusan : MKS / III / D
FAKULTAS SYARIAH DAN
HUKUM
UINERSITAS ISLAM NEGERI
(UIN) SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan
Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini penulis membahas tentag Ariyah
(Pinjam Meminjam)../;[
Makalah ini dibuat dengan beberapa
bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan hambatan selama
mengerjakan makalah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran serta kritik yang membangun untuk penyempurna makalah
selanjutnya.
Bandung, 30 November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL ...................................................................................... i
KATA
PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR
ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
......................................................................... 1
A. Latar
Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN
............................................................................ 4
A.
Pengertian
Ariyah (Pinjam Meminjam) ........................................... 4
B.
Dasar Hukum
Ariyah .................................................................... .. 4
C.
Rukun dan Syarat
Ariyah ................................................................ 6
D.
Macam-macam
Ariyah .................................................................. .. 7
E.
Hikmah Ariyah ............................................................................. .. 8
BAB III SIMPULAN
.................................................................................. 10
DAFTAR
PUSTAKA ...................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maraknya pertikaian yang terjadi di masyarakat salah
satu penyebabnya adalah tentang pinjam-meminjam. Tidak heran jika sampai di
bawa ke persidangan hanya berlatarbelakang hal-hal yang sepele. Tapi, hal
tersebut terjadi bias dikarenakan factor intern dan factor ekstern. Faktor
intern terjadi karena ketidakfahaman kita akan hak-hak dan kewajiban kita
terhadap barang-barang yang di pinjamkan.Dengan bertumpu pada masalah diatas,
penulis akan memaparkan secara singkat mengenai hal-hal yang masih di anggap
rancu dalam masalah pinjam-meminjam atau yang dalam kitab-kitab agama islam
sering dikenal dengan sebutan ‘ariyah dengan tujuan meminimalisir
hal-hal yang tidak di inginkan oleh semua pihak pada umumnya.
Hidup dimuka bumi ini pasti selalu melakukan yang
namanya kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Bertransaksi sana-sini
untuk menjalankan kehidupan dan tanpa kita sadari pula kita melakukan yang
namanya Ariyah (pinjam-meminjam). Pinjam meminjam kita lakukan baik itu barang,
uang ataupun lainnya. Terlebih saat ini banyak kejadian pertikaian ataupun
kerusuhan di masyarakat dikarenakan pinjam meminjam. Dan tidak heran
kalau hal ini menjadi persoalan setiap masyarakat dan membawanya ke meja hijau.
Hal ini terjadi dikarenakan ketidak fahaman akan hak dan kewajiban terhadap
yang dipinjamkan.Berbicara mengenai pinjaman (‘Ariyah), penulis berminat untuk
membahas tuntas mengenai Ariyah itu sendiri dari pengertian, hukum,
syarat, rukun, macam-macam, kewajiban dan lainnya mengenai pinjam meminjam
(‘Ariyah) agar tidak ada kesalah pahaman mengenai pinjam meminjam ini.
Ariyah adalah amanat yang deberikan
kepada musta’ir (orang yang meminjam), untuk itu kalau barang itu
rusak, dia tidak perlu menggantinya kecuali dia berbuat teledor sehingga menjadi
rusak sebagai mana perkataan
sahabat
Umar ra, “ ‘Ariyah itu seperti titipan. Maka jika rusak, tidak perlu
diganti kecuali orang yang bersangkutan teledor.
Sebagai salah satu bentuk
transaksi, ‘ariyah bisa berlaku pada seluruh jenis tingkatan
masyarakat manusia. ‘Ariyah juga bisa berlaku pada masyarakat tradisional
ataupun masyarakat modern, dan oleh sebab itu dapat diperkirakan bahwa jenis
transaksi ini sudah ada dan dikenal manusia sejak manusia ada di bumi ini
ketika mereka mulai berhubungan satu sama lain.
‘Ariyah sudah menjadi istilah teknis dalam ilmu
fiqih untuk menyebutkan perbuatan pinjam meminjam, dan sebagai salah satu
aktifitas antar manusia. Dalam pelaksanaannya, ariyah diartikan sebagai
perbuatan pemberian milik untuk sementara waktu kepada pihak lain, pihak yang
menerima pemilikan itu diperbolehkan memanfaatkan serta mengambil manfaat dari
harta yang diberikan itu tanpa harus membayar imbalan, dan pada waktu tertentu
penerima harta itu wajib mengembalikan harta yang diterimanya itu kepada pihak
pemberi. Inilah gambaran dari perbuatan
pinjam-meninjam (‘ariyah). Oleh sebab itu, para ulama’ biasanya
mendefinisikan ‘ariyah sebagai pembolehan oleh seorang untuk
dimanfaatkan harta miliknya oleh orang lain tanpa diharuskan mendapatkan
imbalan memberi.
Dengan bertumpu pada masalah diatas, penulis akan
memaparkan secara singkat mengenai hal-hal yang masih di anggap rancu dalam
masalah pinjam-meminjam atau yang dalam kitab-kitab agama islam sering dikenal
dengan sebutan ‘ariyah dengan tujuan meminimalisir hal-hal yang tidak
di inginkan oleh semua pihak pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat
dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut.
1. Apa
yang dimaksud dengan ‘ariyah?
2. Bagaimana
dasar hukum ‘ariyah?
3. Apa
saja rukun dan syarat ‘ariyah?
4. Apa
saja macam-macam ‘ariyah?
5. Apa
hikmah yang didapat dari ‘ariyah?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat disusun
tujuan penelitian sebagai berikut.
1. Untuk mendeskripsikan pengertian
‘ariyah
2. Untuk mendeskripsikan dasar
hukum ‘ariyah
3. Untuk mendeskripsikan rukun ‘ariyah
4. Untuk mendeskripsikan syarat ‘ariyah
5. Untuk mendeskripsikan hikmah dari
‘ariyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ariyah
Menurut bahasa Ariyah
adalah pinjaman. Sedangkan secara istilah ariyah adalah kebolehan memanfaatkan
benda tanpa memberikan suatu imbalan.[1]
Adapun beberapa defini ariyah sebagai berikut:
1.
Ariyah adalah
pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa
mengharap imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak barang dan dikembalikan
secara utuh, tepat pada waktunya.
2.
Pinjaman
(Ariyah) adalah mengambil manfaat dari barang orang lain dalam waktu yang
ditentukan dan untuk maksud tertentu pula, dengan syarat bahwa barang itu tidak
akan rusak ‘ainnya (keasliannya).[2]
3.
Al Ariyah ialah
adalah kebolehan memanfaatkan barang yang masih utuh yang masih di gunakan,
untuk kemudian dikembalikan pada pemiliknya. Peminjaman barang sah dengan
ungkapan atau perbuatan apapun yang menunjukkan kepadanya peminjaman dilakukan
berdasarkan alquran, sunnah, dan ijma ulama.[3]
Jadi ariyah merupakan memanfaatkan benda yang
dipinjamkan oleh orang lain tanpa merusak barang tersebut dan mengembalikannya
secara utuh.
B. Dasar Hukum Ariyah
Hukum asal meminjamkan sesuatu kepada orang lain
adalah sunah karena menolong orang lain, tetapi bisa berubah menjadi wajib
maupun haram. Pinjam meminjam dikatakatan wajib apabila meminjamkan sesuatu
kepada orang lain yang sangat membutuhkan. Misalnya meminjamkan mobil untuk mengantar orang sakit
keras ke rumah sakit. Dan pinjam meminjam
dikatakan
haram apabila meminjamkan barang untuk melakukan perbuatan maksiat atau
perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya meminjamkan pisau untuk
berkelahi, atau meminjamkan mobil untuk melakukan perampokan.[4]
Adapun dasar
hukum diperbolehkannya atau dianjurkannya pinjam-meminjam yaitu terdapat dalam
Al-Qura’an atau Hadits sebagai berikut:
1.
Dalam surat
Al-Maidah ayat 2 :
وَلاَتَعاَوَنُوْاعَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُالله
شَدِيْدُالْعِقَابِ ¤
Artinya
:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong kamu dalam (mengerjakan)
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya. (Q.S. Al-Ma’idah: 2).[5]
Dari
ayat Al Qur’an dan hadits tersebut, membuktikan bahwa ‘ariyah diperbolehkan
bahkan dianjurkan dalam Islam.
2. AL-Qur’an Surat
Al-Baqarah: 245
ۚ وَالله يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ
تُرْجَعُوْنَ مَنْ ذَاالَّذِيْ يُقْرِضُاللهُ قَرْضًاحَسَنًافَيُضَاعِفَهُ لَهُ
أَضْعَافًا كَثِيْرَةً
Artinya:
Barang
siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah Melipatgandakan
ganti kepadanya dengan banyak. Allah Menahan dan Melapangkan (rezeki) dan
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.[6]
3.
Hadits mengenai
pinjam-meminjam
هُرَيْرَةَ
أَبِي عَنْ سَلَمَةَ أَبِي عَنْ كُهَيْلٍ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ صَالِحٍ بْنِ عَلِيِّ عَنْ وَكِيعٌ حَدَّثَنَا كُرَيْبٍ أَبُو حَدَّثَنَا
قَضَاءً
مَحَاسِنُكُمْ خِيَارُكُمْ وَقَالَ فَوْقَهُ سِنًّا فَأَعْطَى سِنًّا وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّه صَلَّى اللَّه رَسُولُ اسْتَقْرَضَ قَالَ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami Waki' dari
'Ali bin Shalih dari Salamah bin Kuhail dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dia
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah meminjam unta
muda, namun beliau mengembalikan unta yang lebih tua (lebih bagus) daripada
unta yang beliau pinjam." Beliau bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah
yang paling baik dalam melunasi hutang." (HR. Muslim, 3004).[7]
4.
Hadis mengenai
Riba yang diperbolehkan didalam pinjam-meminjam
C. Rukun dan Syarat Ariyah
1.
Rukun Ariyah
a. Ariyah
sebagai sebuah akad atau transaksi, sudah tentu perlu adanya unsur-unsur yang
mesti ada, yang menjadikan perbuatan itu dapat terwujud sebagai suatu hukum.
Dalam hal ini sudah pasti ada beberapa rukun yang harus dipenuhi. Adapun rukun
‘Ariyah menurut Jumhur Ulama’ ada empat, yaitu[8]
:
b. Al
Mu’ir (orang yang meminjamkan), disyaratkan ahli mengendalikan harta (tasarruf)
dan berhak penuh atas hartanya itu.
c. Al-Musta’ir
(Orang yang meminjam), disyaratkan jelas dan ahli mengendalikan harta.
d. Al-Mu’ar
(barang yang dipinjam), disyaratkan mengandung manfaat yang dibolehkan kekal
‘ainnya. Tidaklah sah meminjamkan makanan, uang, dll, yang berubah atau habis
‘ainnya.
e. Shighah,
yaitu perkataan atau perbuatan yang menunjukkan arti pinjam meminjam. Seperti,
“Aku pinjamkan barang ini kepadamu selama sebulan”.
2.
Syarat Ariyah
a. Al-Mu’ir
(orang yang meminjamkan) adalah orang yang harus berakal, karena orang yang
tidak berakal tidak dapat dipercayai memegang amanah. Padahal barang ‘ariyah
ini pada dasarnya amanah yang harus dipelihara oleh orang yang memanfaatkannya.
Oleh sebab itu, anak kecil, orang gila, dan orang bodoh tidak boleh melakukan
akad atau transaksi ‘ariyah. Menurut para ulama’ Madzhab Hanafi, tidak
disyaratkan baligh dalam akad ini.
b. Barang
yang dipinjam dapat dimanfaatkan dengan kondisi tetap utuh, dan bukan barang
yang musnah atau habis seperti makanan. Jenis-jenis barang yang tidak habis
atau musnah yang apabila dimanfaatkan seperti rumah, pakaian, dan kendaraan.
c. Barang
yang dipinjamkan harus secara langsung dapat dikuasai oleh peminjam. Artinya,
dalam akad atau transaksi ‘ariyah pihak peminjam harus menerima langsung barang
itu dan dapat dimanfaatkan secara langsung pula.[9]
d. Untuk
peminjam, tidak boleh meminjamkan kembali barang yang ia pinjam. [10]
D.
Macam-macam Ariyah
1.
Ariyah
muqayyadah, yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat terikat dengan
batasan tertentu. Misalnya peminjaman barang yang dibatasi pada tempat dan
jangaka waktu tertentu. Dengan demikian, jika pemilik barang mensyaratkan
pembatasan tersebut, berarti tidak ada pilihan lain bagi pihak peminjam kecuali
mentaatinya. ‘Ariyah ini biasanya berlaku pada objek yang berharta, sehingga
untuk mengadakan pinjam-meminjam memerlukan adanya syarat tertentu.
Pembatasan bisa
tidak berlaku apabila menyebabkan musta’ir tidak dapat mengambil manfaat karena
adanya syarat keterbatasan tersebut. Dengan demikian dibolehkan untuk melanggar
batasan tersebut apabila terdapat kesulitan untuk memanfaatkannya. Jika ada
perbedaan pendapat antara mu’ir dan musta’ir tentang lamanya waktu meminjam,
berat/nilai barang, tempat dan jenis barang maka pendapat yang harus
dimenangkan adalah pendapat mu’ir karena dialah pemberi izin untuk mengambil
manfaat barang pinjaman tersebut sesuai dengan keinginannya.
2. Ariyah
mutlaqah, yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi.
Melalui akad ‘ariyah ini, peminjam diberi kebebasan untuk memanfaatkan barang
pinjaman, meskipun tanpa ada pembatasan tertentu dari pemiliknya. Biasanya
ketika ada pihak yang membutuhkan pinjaman, pemilik barang sama sekali tidak
memberikan syarat tertentu terkait obyek yang akan dipinjamkan.[11]
E. Hikmah Ariyah
Adapun
hikmah dari ‘Ariyah yaitu[12]
:
1.
Bagi peminjam
a.
Dapat memenuhi
kebutuhan terhadap manfaat sesuatu yang belum dimiliki.
b.
Adanya
kepercayaan terhadap dirinya untuk dapat memanfaatkan sesuatu yang ia sendiri
tidak memilikinya.
2.
Bagi yang
memberi pinjaman
a.
Sebagai
manifestasi rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dianugrahkan
kepadanya.
b.
Allah akan
menambah nikmat kepada orang yang bersyukur.
c.
Membantu orang
yang membutuhkan.
d.
Meringankan
penderitaan orang lain.
e.
Disenangi sesama
serta di akherat terhindar dari ancaman Allah yang tertera dalam surat al-maun
ayat 4-7.
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ ¤ الَّذِينَ عَنْ
صَلاتِهِمْ سَاهُونَ¤ الَّذِينَ يُرَاءُونَ¤ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ¤
Yang artinya:
"Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya. orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang
berguna.”
BAB
III
SIMPULAN
Ariyah merupakan memanfaatkan benda yang dipinjamkan
oleh orang lain tanpa merusak barang tersebut dan mengembalikannya secara utuh.
Adapun Hukum asal meminjamkan sesuatu kepada orang lain adalah sunah karena
menolong orang lain, tetapi bisa berubah menjadi wajib maupun haram. Pinjam
meminjam dikatakatan wajib apabila meminjamkan sesuatu kepada orang lain yang
sangat membutuhkan. Dan pinjam meminjam dikatakan haram apabila meminjamkan
barang untuk melakukan perbuatan maksiat atau perbuatan yang dapat merugikan
orang lain.
Terdapat Rukun dan Syarat yang harus dipenuhi
sebelum meminjamkan atau meminjam barang. Adapun rukun‘Ariyah menurut Jumhur
Ulama’ ada empat, yaitu adanya Al Mu’ir (orang yang meminjamkan), adanya
Al-Musta’ir (Orang yang meminjam), adanya Al-Mu’ar (barang yang dipinjam),
serta Shighah. Syarat-sayarat dalam melaksanakan ‘Ariyah yaitu: Al-Mu’ir (orang
yang meminjamkan) adalah orang yang harus berakal, barang yang dipinjam dapat
dimanfaatkan dengan kondisi tetap utuh, barang yang dipinjamkan harus secara
langsung dapat dikuasai oleh peminjam, serta peminjam tidak boleh meminjamkan
kembali barang yang ia pinjam.
Macam-macam
Ariyah
ada dua yaitu Ariyah muqayyadah merupakan bentuk pinjam meminjam barang yang
bersifat terikat dengan batasan tertentu. Ariyah mutlaqah, yaitu bentuk pinjam
meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi.
Hikmah Ariyah Adapun hikmah dari ‘Ariyah yaitu bagi
peminjam dapat memenuhi kebutuhan terhadap manfaat sesuatu yang belum dimiliki
dan adanya kepercayaan terhadap dirinya untuk dapat memanfaatkan sesuatu yang
ia sendiri tidak memilikinya. Bagi yang memberi pinjaman sebagai manifestasi
rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dianugrahkan kepadanya, Allah
akan menambah nikmat kepada orang yang bersyukur, membantu orang yang
membutuhkan, meringankan penderitaan orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Abasam,
Abdullah bin aburrahman, Syarah Bulughul Maram
Ensiklopedian
Hadits 9 Imam
Ghazaly, Abdul
Rahman Ghazaly, Dkk, Fiqh Muamalah,
(Jakarta: Kencana, 2010), cet 1
Hasan,
M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2004) cet II,
http;//koirula.blogspot.co.id/2014/01/analisis-ayat-tentang-pinjam-meminjam_6.html?m=1
Karim, Helmi, Fiqh
Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), cet v
Mas’ud
Ibnu, Fiqih Madzhab Syafi’i, (Bandung : CV Pustaka Media)
[1] Abdul Rahman
Ghazaly Dkk, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2010), cet 1, hlm.247
[2] Drs. H. ibnu Mas’ud, Fiqih
Madzhab Syafi’i, (Bandung : CV
Pustaka Media), hlm. 109
[3] Abdullah bin aburrahman abasam, Syarah
Bulughul Maram, hlm 606
[4] https://yayah97.wordpress.com/tugas-school/pinjam-meminjam-dalam-islam/,diakses tanggal 30
November 2015, 20.15
[5] Drs. Helmi Karim, Fiqh
Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), cet v, hlm. 707
[6]
http;//koirula.blogspot.co.id/2014/01/analisis-ayat-tentang-pinjam-meminjam_6.html?m=1,
diakses tanggal 30 November, 21.10
[7]
Ensiklopedian Hadits 9 Imam
[9] Abdul Rahman
Ghazaly Dkk, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Kencana, 2010), cet I, hlm.
249-250
[10]M. Ali Hasan, Berbagai
Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004)
cet II, hlm 243
[12] http://barieenjoy.blogspot.co.id/2015/03/makalah-ariyah.html?m=1,
diakses
tanggal 30 November 2015, 20.50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar