Minggu, 06 Maret 2016

Pinjam Meminjam Ariyah

PINJAM-MEMINJAM (ARIYAH)

Makalah
disusun untuk mementuhi Tugas Ayat dan Hadits Ekonomi
Dosen Drs. Didi Sumardi, M.Ag. 











Disusun:
Nama       : M Gambo Bangun (1143070136)
                   Nova Mardiana (1143070160)
                   Nurullaili Alfiyyah (1143070166)
                   Rani Mulyani (1143070176)
Jurusan     : MKS / III / D


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UINERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini penulis membahas tentag Ariyah (Pinjam Meminjam)../;[
            Makalah ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan hambatan selama mengerjakan makalah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran serta kritik yang membangun untuk penyempurna makalah selanjutnya.



Bandung, 30 November 2015


Penulis


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB     I    PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A.      Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B.      Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C.      Tujuan  ..........................................................................................    3
BAB    II   PEMBAHASAN ............................................................................ 4
A.    Pengertian Ariyah (Pinjam Meminjam) ........................................... 4
B.     Dasar Hukum Ariyah .................................................................... .. 4
C.     Rukun dan Syarat Ariyah ................................................................ 6
D.    Macam-macam Ariyah .................................................................. .. 7
E.     Hikmah Ariyah ............................................................................. .. 8
BAB    III  SIMPULAN .................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11





BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Maraknya pertikaian yang terjadi di masyarakat salah satu penyebabnya adalah tentang pinjam-meminjam. Tidak heran jika sampai di bawa ke persidangan hanya berlatarbelakang hal-hal yang sepele. Tapi, hal tersebut terjadi bias dikarenakan factor intern dan factor ekstern. Faktor intern terjadi karena ketidakfahaman kita akan hak-hak dan kewajiban kita terhadap barang-barang yang di pinjamkan.Dengan bertumpu pada masalah diatas, penulis akan memaparkan secara singkat mengenai hal-hal yang masih di anggap rancu dalam masalah pinjam-meminjam atau yang dalam kitab-kitab agama islam sering dikenal dengan sebutan ‘ariyah dengan tujuan meminimalisir hal-hal yang tidak di inginkan oleh semua pihak pada umumnya.
Hidup dimuka bumi ini pasti selalu melakukan yang namanya kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Bertransaksi sana-sini untuk menjalankan kehidupan dan tanpa kita sadari pula kita melakukan yang namanya Ariyah (pinjam-meminjam). Pinjam meminjam kita lakukan baik itu barang, uang ataupun lainnya. Terlebih saat ini banyak kejadian pertikaian ataupun kerusuhan di masyarakat  dikarenakan pinjam meminjam. Dan tidak heran kalau hal ini menjadi persoalan setiap masyarakat dan membawanya ke meja hijau. Hal ini terjadi dikarenakan ketidak fahaman akan hak dan kewajiban terhadap yang dipinjamkan.Berbicara mengenai pinjaman (‘Ariyah), penulis berminat untuk membahas  tuntas mengenai Ariyah itu sendiri dari pengertian, hukum, syarat, rukun, macam-macam, kewajiban dan lainnya mengenai pinjam meminjam (‘Ariyah) agar tidak ada kesalah pahaman mengenai pinjam meminjam ini.
Ariyah adalah amanat yang deberikan kepada musta’ir (orang yang meminjam), untuk itu kalau barang itu rusak, dia tidak perlu menggantinya kecuali dia berbuat teledor sehingga menjadi rusak sebagai mana perkataan


sahabat Umar ra, “ ‘Ariyah itu seperti titipan. Maka jika rusak, tidak perlu diganti kecuali orang yang bersangkutan teledor.
Sebagai salah satu bentuk transaksi, ‘ariyah bisa berlaku pada seluruh jenis tingkatan masyarakat manusia. ‘Ariyah juga bisa berlaku pada masyarakat tradisional ataupun masyarakat modern, dan oleh sebab itu dapat diperkirakan bahwa jenis transaksi ini sudah ada dan dikenal manusia sejak manusia ada di bumi ini ketika mereka mulai berhubungan satu sama lain.
‘Ariyah sudah menjadi istilah teknis dalam ilmu fiqih untuk menyebutkan perbuatan pinjam meminjam, dan sebagai salah satu aktifitas antar manusia. Dalam pelaksanaannya, ariyah diartikan sebagai perbuatan pemberian milik untuk sementara waktu kepada pihak lain, pihak yang menerima pemilikan itu diperbolehkan memanfaatkan serta mengambil manfaat dari harta yang diberikan itu tanpa harus membayar imbalan, dan pada waktu tertentu penerima harta itu wajib mengembalikan harta yang diterimanya itu kepada pihak pemberi. Inilah gambaran dari perbuatan pinjam-meninjam (‘ariyah). Oleh sebab itu, para ulama’ biasanya mendefinisikan ‘ariyah sebagai pembolehan oleh seorang untuk dimanfaatkan harta miliknya oleh orang lain tanpa diharuskan mendapatkan imbalan memberi.
Dengan bertumpu pada masalah diatas, penulis akan memaparkan secara singkat mengenai hal-hal yang masih di anggap rancu dalam masalah pinjam-meminjam atau yang dalam kitab-kitab agama islam sering dikenal dengan sebutan ‘ariyah dengan tujuan meminimalisir hal-hal yang tidak di inginkan oleh semua pihak pada umumnya.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut.
1.    Apa yang dimaksud dengan ‘ariyah?
2.    Bagaimana dasar hukum ‘ariyah?
3.    Apa saja rukun dan syarat ‘ariyah?
4.    Apa saja macam-macam ‘ariyah?
5.    Apa hikmah yang didapat dari ‘ariyah?

C.      Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut.
1.    Untuk mendeskripsikan pengertian ‘ariyah
2.    Untuk mendeskripsikan dasar hukum ‘ariyah
3.    Untuk mendeskripsikan rukun ‘ariyah
4.    Untuk mendeskripsikan syarat ‘ariyah
5.    Untuk mendeskripsikan hikmah dari ‘ariyah



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Ariyah
Menurut bahasa Ariyah adalah pinjaman. Sedangkan secara istilah ariyah adalah kebolehan memanfaatkan benda tanpa memberikan suatu imbalan.[1] Adapun beberapa defini ariyah sebagai berikut:
1.    Ariyah adalah pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa mengharap imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak barang dan dikembalikan secara utuh, tepat pada waktunya.
2.    Pinjaman (Ariyah) adalah mengambil manfaat dari barang orang lain dalam waktu yang ditentukan dan untuk maksud tertentu pula, dengan syarat bahwa barang itu tidak akan rusak ‘ainnya (keasliannya).[2]
3.    Al Ariyah ialah adalah kebolehan memanfaatkan barang yang masih utuh yang masih di gunakan, untuk kemudian dikembalikan pada pemiliknya. Peminjaman barang sah dengan ungkapan atau perbuatan apapun yang menunjukkan kepadanya peminjaman dilakukan berdasarkan alquran, sunnah, dan ijma ulama.[3]

Jadi ariyah merupakan memanfaatkan benda yang dipinjamkan oleh orang lain tanpa merusak barang tersebut dan mengembalikannya secara utuh.

B.       Dasar Hukum Ariyah
Hukum asal meminjamkan sesuatu kepada orang lain adalah sunah karena menolong orang lain, tetapi bisa berubah menjadi wajib maupun haram. Pinjam meminjam dikatakatan wajib apabila meminjamkan sesuatu kepada orang lain yang sangat membutuhkan. Misalnya  meminjamkan mobil untuk mengantar orang sakit keras ke rumah sakit. Dan pinjam meminjam


dikatakan haram apabila meminjamkan barang untuk melakukan perbuatan maksiat atau perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya meminjamkan pisau untuk berkelahi, atau meminjamkan mobil untuk melakukan perampokan.[4]
Adapun dasar hukum diperbolehkannya atau dianjurkannya pinjam-meminjam yaitu terdapat dalam Al-Qura’an atau Hadits sebagai berikut:
1.    Dalam surat Al-Maidah ayat 2 :

وَلاَتَعاَوَنُوْاعَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُالله شَدِيْدُالْعِقَابِ ¤

Artinya :
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong kamu dalam (mengerjakan) pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Ma’idah: 2).[5]

Dari ayat Al Qur’an dan hadits tersebut, membuktikan bahwa ‘ariyah diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam Islam.

2.    AL-Qur’an  Surat Al-Baqarah: 245

ۚ وَالله يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ  مَنْ ذَاالَّذِيْ يُقْرِضُاللهُ قَرْضًاحَسَنًافَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيْرَةً

Artinya:
Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah Melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah Menahan dan Melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.[6]
3.    Hadits mengenai pinjam-meminjam 

هُرَيْرَةَ أَبِي عَنْ سَلَمَةَ أَبِي عَنْ كُهَيْلٍ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ صَالِحٍ بْنِ عَلِيِّ عَنْ وَكِيعٌ حَدَّثَنَا كُرَيْبٍ أَبُو حَدَّثَنَا
قَضَاءً مَحَاسِنُكُمْ خِيَارُكُمْ وَقَالَ فَوْقَهُ سِنًّا فَأَعْطَى سِنًّا وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّه صَلَّى اللَّه رَسُولُ اسْتَقْرَضَ قَالَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami Waki' dari 'Ali bin Shalih dari Salamah bin Kuhail dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah meminjam unta muda, namun beliau mengembalikan unta yang lebih tua (lebih bagus) daripada unta yang beliau pinjam." Beliau bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam melunasi hutang." (HR. Muslim, 3004).[7]

4.    Hadis mengenai Riba yang diperbolehkan didalam pinjam-meminjam

C.      Rukun dan Syarat Ariyah
1.    Rukun Ariyah
a.       Ariyah sebagai sebuah akad atau transaksi, sudah tentu perlu adanya unsur-unsur yang mesti ada, yang menjadikan perbuatan itu dapat terwujud sebagai suatu hukum. Dalam hal ini sudah pasti ada beberapa rukun yang harus dipenuhi. Adapun rukun ‘Ariyah menurut Jumhur Ulama’ ada empat, yaitu[8] :
b.      Al Mu’ir (orang yang meminjamkan), disyaratkan ahli mengendalikan harta (tasarruf) dan berhak penuh atas hartanya itu.
c.       Al-Musta’ir (Orang yang meminjam), disyaratkan jelas dan ahli mengendalikan harta.
d.      Al-Mu’ar (barang yang dipinjam), disyaratkan mengandung manfaat yang dibolehkan kekal ‘ainnya. Tidaklah sah meminjamkan makanan, uang, dll, yang berubah atau habis ‘ainnya.
e.     Shighah, yaitu perkataan atau perbuatan yang menunjukkan arti pinjam meminjam. Seperti, “Aku pinjamkan barang ini kepadamu selama sebulan”.
2.    Syarat Ariyah
a.      Al-Mu’ir (orang yang meminjamkan) adalah orang yang harus berakal, karena orang yang tidak berakal tidak dapat dipercayai memegang amanah. Padahal barang ‘ariyah ini pada dasarnya amanah yang harus dipelihara oleh orang yang memanfaatkannya. Oleh sebab itu, anak kecil, orang gila, dan orang bodoh tidak boleh melakukan akad atau transaksi ‘ariyah. Menurut para ulama’ Madzhab Hanafi, tidak disyaratkan baligh dalam akad ini.
b.     Barang yang dipinjam dapat dimanfaatkan dengan kondisi tetap utuh, dan bukan barang yang musnah atau habis seperti makanan. Jenis-jenis barang yang tidak habis atau musnah yang apabila dimanfaatkan seperti rumah, pakaian, dan kendaraan.
c.      Barang yang dipinjamkan harus secara langsung dapat dikuasai oleh peminjam. Artinya, dalam akad atau transaksi ‘ariyah pihak peminjam harus menerima langsung barang itu dan dapat dimanfaatkan secara langsung pula.[9]
d.     Untuk peminjam, tidak boleh meminjamkan kembali barang yang ia pinjam. [10]

D.      Macam-macam Ariyah
1.      Ariyah muqayyadah, yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu. Misalnya peminjaman barang yang dibatasi pada tempat dan jangaka waktu tertentu. Dengan demikian, jika pemilik barang mensyaratkan pembatasan tersebut, berarti tidak ada pilihan lain bagi pihak peminjam kecuali mentaatinya. ‘Ariyah ini biasanya berlaku pada objek yang berharta, sehingga untuk mengadakan pinjam-meminjam memerlukan adanya syarat tertentu.
Pembatasan bisa tidak berlaku apabila menyebabkan musta’ir tidak dapat mengambil manfaat karena adanya syarat keterbatasan tersebut. Dengan demikian dibolehkan untuk melanggar batasan tersebut apabila terdapat kesulitan untuk memanfaatkannya. Jika ada perbedaan pendapat antara mu’ir dan musta’ir tentang lamanya waktu meminjam, berat/nilai barang, tempat dan jenis barang maka pendapat yang harus dimenangkan adalah pendapat mu’ir karena dialah pemberi izin untuk mengambil manfaat barang pinjaman tersebut sesuai dengan keinginannya.
2.      Ariyah mutlaqah, yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi. Melalui akad ‘ariyah ini, peminjam diberi kebebasan untuk memanfaatkan barang pinjaman, meskipun tanpa ada pembatasan tertentu dari pemiliknya. Biasanya ketika ada pihak yang membutuhkan pinjaman, pemilik barang sama sekali tidak memberikan syarat tertentu terkait obyek yang akan dipinjamkan.[11]

E.       Hikmah Ariyah
Adapun hikmah dari ‘Ariyah yaitu[12] :
1.    Bagi peminjam
a.         Dapat memenuhi kebutuhan terhadap manfaat sesuatu yang belum dimiliki.
b.         Adanya kepercayaan terhadap dirinya untuk dapat memanfaatkan sesuatu yang ia sendiri tidak memilikinya.
2.    Bagi yang memberi pinjaman
a.         Sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dianugrahkan kepadanya.
b.         Allah akan menambah nikmat kepada orang yang bersyukur.
c.         Membantu orang yang membutuhkan.
d.        Meringankan penderitaan orang lain.
e.         Disenangi sesama serta di akherat terhindar dari ancaman Allah yang tertera dalam surat al-maun ayat 4-7.

         فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ ¤ الَّذِينَ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ¤ الَّذِينَ يُرَاءُونَ¤ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ¤
Yang artinya:
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”





BAB III
SIMPULAN

Ariyah merupakan memanfaatkan benda yang dipinjamkan oleh orang lain tanpa merusak barang tersebut dan mengembalikannya secara utuh. Adapun Hukum asal meminjamkan sesuatu kepada orang lain adalah sunah karena menolong orang lain, tetapi bisa berubah menjadi wajib maupun haram. Pinjam meminjam dikatakatan wajib apabila meminjamkan sesuatu kepada orang lain yang sangat membutuhkan. Dan pinjam meminjam dikatakan haram apabila meminjamkan barang untuk melakukan perbuatan maksiat atau perbuatan yang dapat merugikan orang lain.
Terdapat Rukun dan Syarat yang harus dipenuhi sebelum meminjamkan atau meminjam barang. Adapun rukun‘Ariyah menurut Jumhur Ulama’ ada empat, yaitu adanya Al Mu’ir (orang yang meminjamkan), adanya Al-Musta’ir (Orang yang meminjam), adanya Al-Mu’ar (barang yang dipinjam), serta Shighah. Syarat-sayarat dalam melaksanakan ‘Ariyah yaitu: Al-Mu’ir (orang yang meminjamkan) adalah orang yang harus berakal, barang yang dipinjam dapat dimanfaatkan dengan kondisi tetap utuh, barang yang dipinjamkan harus secara langsung dapat dikuasai oleh peminjam, serta peminjam tidak boleh meminjamkan kembali barang yang ia pinjam.
Macam-macam Ariyah ada dua yaitu Ariyah muqayyadah merupakan bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu. Ariyah mutlaqah, yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi.
Hikmah Ariyah Adapun hikmah dari ‘Ariyah yaitu bagi peminjam dapat memenuhi kebutuhan terhadap manfaat sesuatu yang belum dimiliki dan adanya kepercayaan terhadap dirinya untuk dapat memanfaatkan sesuatu yang ia sendiri tidak memilikinya. Bagi yang memberi pinjaman sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dianugrahkan kepadanya, Allah akan menambah nikmat kepada orang yang bersyukur, membantu orang yang membutuhkan, meringankan penderitaan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Abasam, Abdullah bin aburrahman, Syarah Bulughul Maram
Ensiklopedian Hadits 9 Imam
Ghazaly, Abdul Rahman Ghazaly,  Dkk, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2010), cet 1
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004) cet II,


http;//koirula.blogspot.co.id/2014/01/analisis-ayat-tentang-pinjam-meminjam_6.html?m=1
Karim, Helmi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), cet v
Mas’ud Ibnu, Fiqih Madzhab Syafi’i,  (Bandung : CV Pustaka Media)











[1] Abdul Rahman Ghazaly Dkk, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2010), cet 1, hlm.247
[2] Drs. H. ibnu Mas’ud, Fiqih Madzhab Syafi’i,  (Bandung : CV Pustaka Media), hlm. 109
[3] Abdullah bin aburrahman abasam, Syarah Bulughul Maram, hlm 606

[5] Drs. Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), cet v, hlm. 707
[6] http;//koirula.blogspot.co.id/2014/01/analisis-ayat-tentang-pinjam-meminjam_6.html?m=1, diakses tanggal 30 November, 21.10
[7] Ensiklopedian Hadits 9 Imam
[8] Drs. H. Ibnu Mas’ud, Fiqih Madzhab Syai’i, (Bandung : Pustaka Media, 2000), hlm.110
[9] Abdul Rahman Ghazaly Dkk, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Kencana, 2010), cet I, hlm. 249-250
[10]M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004) cet II, hlm 243

Tidak ada komentar:

Posting Komentar